Rabu, 16 September 2015

Problematika Regu Penjagaan Dalam Bertugas Di Lapas Baubau


A. LATAR BELAKANG

   Pada tahun 2012 para penghuni di Lembaga Pemasyarakatan ( LAPAS ) Kerobokan, Bali mengamuk dan membakar LAPAS. Hal tersebut terjadi disebabkan karena adanya diskriminsi terhadap penghuni dan juga kapasitas LAPAS yang sudah melebihi kuota yang seharusnya. Tidak hanya di Bali, kerusuhan juga terjadi di Medan, Sumatera Utara. Insiden pembakaran yang disusul kaburnya ratusan penghuni yang terjadi di LAPAS Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, dipicu oleh ketidakpuasan penghuni atas listrik yang mati sepanjang hari sehingga mengganggu suplai air dan sebagainya.
   Berita-berita di media masa, baik media cetak maupun elektronik yang memberitakan peristiwa tersebut diatas menyebabkan pengamanan di dalam Lembaga Pemasyarakatan jadi pembicaraan di dalam masyarakat, masyarakat mengklaim bahwa pengamanan di Lembaga Pemasyara¬katan kurang maksimal. Ibarat peribahasa “Panas Setahun Dihapus Hujan Sehari", akibat gangguan keamanan dan ketertiban di LAPAS Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara inilah Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan diberhentikan dari jabatannya.
Kejadian tersebut menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Aparatur Sipil Negara ( ASN ) yang bertugas di Lembaga Pemasyarakatan agar tidak terulang kembali, salah satu cara adalah dengan memahami dan melaksanakan tugas dan fungsi yang telah diatur dalam dalam Pasal 6 Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( P.P.L.P ); Tugas Regu Penjagaan ialah :
a. Menjaga supaya jangan terjadi pelarian;
b. Menjaga supaya tidak terjadi kericuhan;
c. Menjaga tertibnya peri kehidupan penghuni LP;
Menjaga utuhnya gedung dan seisinya, terutama setelah tutup kantor ( vide pasal 1 ayat c ).
   Pada prinsipnya fungsi keamanan di Lembaga Pemasyarakatan dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Keamanan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan antar tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan, kekerasan kepada petugas dan pengunjung, dan mencegah terjadinya bunuh diri. Keamanan juga menjadi pendukung utama pencegahan pengulangan tindak pidana, pelarian, pencegah terjadinya kerusuhan atau pembakangan pada tata tertib, dan terhadap masuknya benda-benda yang tidak diperkenankan masuk kedalam hunian.
   Pengamanan juga diberikan pada tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang berpindah tempat atau keluar untuk menjalani proses pemeriksaan tertentu, seperti pemeriksaan di pengadilan, kesehatan, dan keperluan lainnya. Pelaksanaan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau tidak dapat dipisahkan dari kepentingan Lapas untuk mengawal proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dan menjaga tahanan dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
   Dalam melaksanakan fungsi pengamanan terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian petugas keamanan, di mana pengamanan dengan tindakan yang berlebihan dengan mengabaikan hak-hak dasar akan berdampak pada terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau . Pengamanan yang tidak memperhatikan hak dasar tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan rentan akan pembangkangan, ketidakpatuhan dan kerusuhan.
   Pada konteks tersebut diatas maka keseimbangan antara keamanan dengan proses integrasi masyarakat, utamanya kepentingan tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjadi perspektif yang harus dimiliki petugas. Diperlukan pula keseimbangan antara keamanan dengan hak dasar yang tidak boleh dihambat, serta keseimbangan antara keamanan dengan kebutuhan dasar tahanan seperti makan, kesehatan, aktivitas, keagamaan dan lainnya harus berjalan seiring. Keseimbangan dimaksud tentu tidak mengenyampingkan tata tertib di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau yang senantiasa evaluasi dan ditegakkan.
   Selain itu, Lembaga Pemasyara¬katan Klas IIA Bau-Bau menerapkan pola Super Maximum Security yang diberikan pada tahanan, atau narapidana dengan kejahatan tertentu. Namun demikian, sedapat mungkin pengamanan Super Maximum Security juga diimbangi dengan pemenuhan hak-hak dasar manusia. Harus dipahami bahwa setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dihormati harkat martabatnya.
Aspek lainnya adalah persoalan bangunan sangat menunjang sistem pengamanan, misalnya kekuatan dan tingginya tembok pembatas, menara, pintu, kekuatan jeruji besi jendela, pintu kamar, termasuk juga rutinitas petugas dalam mengunci kamar hunian.

B. PERMASALAHAN

     Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah
1. Bagaimanakah Mekanisme Penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau ?
2. Faktor-Faktor Apakah Yang Menghambat Tugas Penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA     Bau-Bau ?

C. METODE PENULISAN

   Penulisan makalah ini menggunakan cara sebagai berikut : mengumpulkan data melalui observasi, metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap kondisi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau, proses tugas penjagaan, situasi di dalam blok hunian Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau dan perilaku petugas jaga, warga binaan, tahanan. Setelah data terkumpul lalu diolah dengan pendekatan analitis ( analytical approach ). Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah untuk mengetahui makna yang dikandung dalam Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( PPLP ) secara konsepsional, sekaligus untuk mengetahui penerapannya di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.

D. MEKANISME PENJAGAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA BAU-BAU.

   Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau mempunyai dua fungsi yakni sebagai tempat pembinaan warga binaan pemasyarakatan dan perawatan tahanan sehingga pada dasarnya ada pembedaan dalam pola pengamanan antara warga binaan pemasyarakatan dan tahanan ( penghuni ). Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau mengunakan empat pola pengamanan yang diterapkan terhadap penghuni, yaitu :
   Maximum Security, yaitu sistem pen¬gamanan yang diterapkan terhadap para warga binaan yang baru saja divonis oleh hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam hari-hari pertama menjalani masa pidananya yaitu sekitar 15 hari sampai 30 hari sebagai warga binaan, mereka diperkenalkan dengan lingkungan atau diorientasi tentang keadaan didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau. Masa pengamanan maximum security ini berlangsung sampai dengan sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidananya.
   Dalam masa ini tingkat pengamanan terhadap mereka merupakan prioritas utama, segala tingkah laku dan gerak-gerik mereka selalu diawasi dalam rangka memulihkan keadaan mereka dengan mengadakan pendekatan moral agar mereka menyadari kesalahan mereka dan tidak berniat untuk melakukan hal-hal yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.
   Medium Security, yaitu sistem pengamanan yang diterapkan kepada para warga binaan yang telah menjalani 1/3 sampai ½ dari masa pidananya. Dalam masa ini tingkat pengamanan terhadap mereka adalah pengamanan yang normal atau biasa-biasa saja, karena mereka telah dibarengi dengan pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.
   Minimum Security, yaitu sistem pengamanan yang diterapkan kepada narapidana yang telah menjalani ½ sampai 2/3 dari masa pidananya. Tingkat pengamanan yang diterapkan terhadap merekapun sudah semakin kecil, karena mereka sudah dipercaya tidak akan melakukan hal-hal yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau. Pola pembinaan yang diterapkan terhadap merekapun sudah sampai pada pembinaan diluar tembok Lembaga Pemasyarakatan, seperti pemberian assimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat.
   Sedangkan Super Maximum Security di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau diberlakukan terhadap tahanan karena Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau selain berfungsi sebagai tempat pembinaan warga binaan pemasyarakatan juga berfungsi sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).
   Dalam sistem Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara (Rutan) merupakan tempat untuk menampung orang-orang yang sedang menunggu proses persidangan pidana. Rutan sebagaimana dalam pasal 1 ayat (2) dan pasal 18 hingga pasal 25 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah tempat ditahannya tersangka dan terdakwa selama menjalani proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan pada tingkat pertama, pada tingkat banding dan kasasi.
   Upaya penahanan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan adalah tindakan penahanan atas seorang pelaku tindak pidana yang pada dasarnya hanya berbentuk perampasan hak untuk bergerak. Namun, tindakan penahanan ini menurut KUHAP harus berdasarkan asas praduga tak bersalah. Artinya, perlakuan seorang petugas pemasyarakatan terhadap tahanan tidak boleh berada diatas prasangka bersalah, sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
   Oleh karena itu, peran utama sebuah Rutan adalah menjaga dan melindungi hak-hak asasi manusia seorang tersangka dan terdakwa dengan bentuk-bentuk sebagai berikut :
1. Memperlancar proses pemeriksaan baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap penuntutan dan pemeriksaan di muka pengadilan;
2. Melindungi kepentingan masyarakat dari pengulangan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang bersangkutan; atau
3. Melindungi si pelaku tindak pidana dari ancaman yang mungkin akan dilakukan oleh keluarga korban atau kelompok tertentu yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan.
   Pada prinsipnya konsep perawatan merupakan cara bagi petugas penjagaan untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan dasar seorang tahanan. Seorang tahanan harus diperlakukan sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan       Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Ketentuan ini mengatur secara rinci tentang tahapan-tahapan perawatan dari sejak penerimaan hingga dikeluarkannya tahanan karena habis masa tahanan atau telah dijatuhi hukuman yang berkekuatan hukum tetap.
   Sangat penting bagi petugas penjagaan untuk memahami prinsip yang diatur dalam Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners ( SMRTP ) dan Pasal 15 huruf e Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( PPLP ) : “Dilarang bertindak sewenang-wenang terhadap penghuni LP”, sehingga tindakan-tindakan negatif seperti merendahkan martabat manusia dan kekerasan dapat dihindari.
   Berkaitan dengan mekanisme melakukan pengamanan terhadap warga binaan dan tahanan ( penghuni ) di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau mengunakan cara regu penjagaan dibagi menjadi 4 (empat) regu penjagaan yang masing-masing regu terdiri dari 6 ( enam ) personil dan dikepalai oleh seorang komandan jaga dan dibantu oleh 1 orang wakil komandan yang bertugas kontrol keliling ( trolling ) . Kelima personil tersebut menempati posnya masing-masing selama jam tugas penjagaan,
   Dalam melakukan pengamanan terhadap penghuni terdapat lima pos yang digunakan sebagai tempat penjagaan antara lain adalah:
     Pertama, Pos Utama yaitu tempat komandan jaga yang bertugas :
1. Mengatur tugas semua petugas penjagaan yang menjadi tanggung jawabnya;
2. Mengerjakan buku jaga, mencatat pembagian tugas, inventaris, intruksi-intruksi, kejadian-kejadian dan lain sebagainya;
3.Mengawasi dan meneliti penjagaan meliputi pos-pos, kamar-kamar, tempat bekerja dan sebagainya;
4. Mengawasi dan meneliti tata tertib pembagian makan, kebersihan, lampu-lampu dan sebagainya;
5. Dalam hal ada kericuhan mengambil langkah-langkah pengamanan pertama dan segera melapor ke atasan dan lain-lain instansi yang diperlukan;
6. Wajib memeriksa dan meneliti sah tidaknya surat-surat putusan, surat perintah penahanan atau surat ketetapan ( beschikking ) bagi orang-orang yang akan masuk L.P;
7. Memeriksa dan meneliti semua izin keluar bagi penghuni L.P.
     Kedua, Pos I ( Pintu Gerbang 2 ) yaitu tempat penjagaan dipintu gerbang yang menghubungkan langsung dengan bagian dalam Lembaga Pemasyaraka-tan Klas IIA Bau-Bau. Petugas pintu gerbang 2, bertugas:
1. Membuka dan menutup pintu gerbang 2;
2. Menjaga jangan ada penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau keluar dari Lapas dengan tidak sah;
3. Menjaga agar jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau yang diterima diruang pintu gerbang 2 seimbang dengan kekuatan penjagaan di pintu gerbang 2;
4. Memeriksa dan meneliti keluar / masuknya barang-barang dari / ke lingkungan.
     Ketiga, Pos II ( Pos Atas / Menara ) yaitu tempat-tempat penjagaan yang ada disekitar tembok keliling, yang bertugas :
1. Menjaga agar tidak ada penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau yang melarikan diri lewat tembok keliling;
2. Menjaga agar tidak ada orang yang tidak berkepentingan mendekati tembok keliling;
3.Dalam hal ada penghuni Lembaga Pemasyarakatan melarikan diri melalui tembok keliling, berturut-turut memberikan isyarat tanda bahaya, dan memberi perintah untuk menghentikan pelarian;
4.Jika tidak diindahkan memberi tembakan peringatan ke atas sebanyak tiga kali, jika tidak juga diindahkan langsung menembak kakinya.
     Keempat, Pos III ( Lantai Bawah ), jumlah kamar hunian lantai bawah sebanyak 21 kamar yang dibagi 2 kamar untuk penghuni wanita , 1 kamar yang dijadikan blok anak, 1 kamar yang dijadikan blok tipikor dan 1 kamar yang dijadikan blok narkoba, 16 kamar untuk penghuni pria.
Kelima, Pos IV ( Lantai Atas ), jumlah kamar hunian lantai atas dibagi 11 kamar dengan jumlah kapasitas kamar hunian seluruhnya adalah 85 orang. Petugas jaga yang bertugas di Pos III ( Lantai Bawah ) dan Pos IV ( Lantai Atas ), bertanggung jawab atas :
a. Pembagian makanan, kebersihan, lampu-lampu dan sebagainya;
b. Keluar / masuk penghuni dari lingkungannya;
c. Pelepasan penghuni tepat pada waktunya;
d. Pembukaan dan penutupan kamar hunian;
e. Keluar / masuk barang-barang dari / ke lingkungannya.

E. Faktor – Faktor Yang Menghambat Tugas Penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas            IIA Bau-Bau.

     Regu penjagaan mengalami beberapa hambatan dalam melakukan proses pengamanan terhadap penghuni. Hal ini disebabkan dua problem yakni :

1. Kurangnya jumlah petugas penjagaan

     Jumlah petugas penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau hanya berjumlah 24 orang dari total 79 orang jumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau. Walaupun sudah ada petugas-petugas khusus penjagaan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau menunjuk 2 orang pegawai wanita yang bertugas menjaga penghuni blok wanita yang berjumlah 18 orang, mereka bertugas dari jam 07.30 wita sampai dengan jam 18.00 wita Jumlah petugas jaga bila dibagi dengan jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau yang saat ini ( 12-9-2015 ) dengan jumlah penghuni 457 orang – 18 orang = 439 orang : 6 orang = 73 orang, maka masing-masing petugas jaga menjaga penghuni sebanyak 73 orang.
     Untuk mengatasi kekurangan petugas jaga, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban, membentuk piket pagi, siang dan malam. Adapun tugas piket ini adalah untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( PPLP ).

2. Daya Tampung Kamar – Kamar Hunian

     Permasalahan lain yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau adalah mengenai daya tampung kamar-kamar hunian yang sudah tidak dapat menampung karena kelebihan penghuni. Jumlah kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau adalah 249 orang sedangkan jumlah penghuni saat ini ( 12-9-2015 ) berjumlah 457 orang, ini berarti Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau kelebihan 208 orang.
     Percampuran tahanan dengan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau adalah salah satu penyebab kelebihan penghuni, jumlah tahanan pada bulan Agustus sebanyak 181 orang. Selain menyebabkan kelebihan kapasitas, perlakuan percampuran tahanan dengan warga binaan terkadang petugas jaga tidak bisa membedakan yang mana masih tahananan dan yang mana sudah warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau. Hal ini menyebabkan petugas jaga yang bertugas di Pos III ( Lantai Bawah ) dan Pos IV ( Lantai Atas ) tidak bisa menjaga terpisahnya golongan penghuni LP sedangkan tugas ini adalah perintah Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( PPLP ), yang dimuat dalam Pasal 17 huruf f “Menjaga tetap terpisahnya golongan penghuni LP, ( Pria, Wanita, anak-anak, yang harus diasingkan dan sebagainya )”.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

     Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau menggunakan pola pengamanan yang berjenjang tergantung masa pidana yang telah di jalani oleh warga binaan tersebut, adapun pola pengamanan untuk warga binaan ini meliputi Maximum Security, Medium Security, dan Minimum Security.
     Maximum Security, yaitu sistem pengamanan yang diterapkan terhadap para warga binaan yang baru saja divonis oleh hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam hari-hari pertama menjalani masa pidananya yaitu sekitar 15 hari sampai 30 hari sebagai warga binaan, mereka diperkenalkan dengan lingkungan atau diorientasi tentang keadaan didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau. Masa pengamanan maximum security ini berlangsung sampai dengan sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidananya.
     Dalam masa ini tingkat pengamanan terhadap mereka merupakan prioritas utama, segala tingkah laku dan gerak-gerik mereka selalu diawasi dalam rangka memulihkan keadaan mereka dengan mengadakan pendekatan moral agar mereka menyadari kesalahan mereka dan tidak berniat untuk melakukan hal-hal yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.
     Medium Security, yaitu sistem pengamanan yang diterapkan kepada para warga binaan yang telah menjalani 1/3 sampai ½ dari masa pidananya. Dalam masa ini tingkat pengamanan terhadap mereka adalah pengamanan yang normal atau biasa-biasa saja, karena mereka telah dibarengi dengan pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.
   Minimum Security, yaitu sistem pengamanan yang diterapkan kepada narapidana yang telah menjalani ½ sampai 2/3 dari masa pidananya. Tingkat pengamanan yang diterapkan terhadap merekapun sudah semakin kecil, karena mereka sudah dipercaya tidak akan melakukan hal-hal yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban didalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.           Pola pembinaan yang diterapkan terhadap merekapun sudah sampai pada pembinaan diluar tembok Lembaga Pemasyarakatan, seperti pemberian assimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat.
Sedangkan Super Maximum Security di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau diberlakukan terhadap tahanan karena Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau selain berfungsi sebagai tempat pembinaan warga binaan pemasyarakatan juga berfungsi sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).
Dalam sistem Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara (Rutan) merupakan tempat untuk menampung orang-orang yang sedang menunggu proses persidangan pidana. Rutan sebagaimana dalam pasal 1 ayat (2) dan pasal 18 hingga pasal 25 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah tempat ditahannya tersangka dan terdakwa selama menjalani proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan pada tingkat pertama, pada tingkat banding dan kasasi.
  Tujuan dari pola pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau tersebut untuk memudahkan regu penjagaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 6 Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan ( P.P.L.P ); Tugas Regu Penjagaan ialah :
a. Menjaga supaya jangan terjadi pelarian;
b. Menjaga supaya tidak terjadi kericuhan
c. Menjaga tertibnya peri kehidupan penghuni LP;
d. Menjaga utuhnya gedung dan seisinya, terutama setelah tutup kantor ( vide pasal 1 ayat c ).
  Dalam melakukan proses pengamanan terhadap penghuni, regu penjagaan menghadapi dua problem, yakni :
1. Kurangnya jumlah petugas penjagaan;
2. Daya Tampung Kamar – Kamar Hunian.

2. Saran

1. Penambahan jumlah petugas penjagaan;
2. Relokasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bau-Bau.